Rabu, 27 April 2011

PGRI Relakan Guru Curang


JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tidak mempermasalahkan para guru yang bertindak tidak sportif dalam Ujian Nasional (UN) 2011. Induk organisasi pendidik tersebut paham bahwa guru mata pelajaran yang di-UN-kan berada di posisi terjepit.
Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Besar (PB) PGRI Abduhzen menjelaskan, beberapa pembaruan sistem pelaksanaan UN tingkat SMA tahun ini berpotensi meningkatkan kenakalan sekolah. Pembaruan yang dimaksud adalah sistem pengacakan naskah di tiap kelas dengan membuat lima variasi soal. Cara tersebut diharapkan bisa menekan kecurangan guru membantu siswa mengerjakan soal UN.
Selanjutnya, kata Abduhzen, perubahan komposisi nilai penentu UN juga bisa membuat guru atau pihak sekolah semakin nakal. ''Kenakalannya ya mempermainkan nilai rapor,'' ujarnya di kantor Komnas Perlindungan Anak, Kamis 14 April.
PB PGRI tahun lalu mengawasi pelaksanaan UN di beberapa tempat. Hasilnya, kecerdikan pihak sekolah menyiasati pelaksanaan UN berjalan beriringan dengan perbaikan sistem yang dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas).
Dia menyebutkan, lima variasi naskah soal ujian masih menimbulkan celah. Sekilas upaya tersebut membuat guru kesulitan atau minimal memiliki waktu terbatas untuk mengerjakan soal unas yang hasilnya diberikan ke siswa.
Menurut analisis Abduhzen, pihak sekolah akan mengerjakan lima variasi soal tersebut. Selanjutnya, soal itu diberikan kepada lima siswa yang sudah disiapkan di setiap kelas. Selanjutnya, lima siswa itu menyebarkan kunci jawaban kepada siswa yang satu kode (soalnya sama).
Proses tersebut memang memunculkan kekhawatiran bahwa kode soal siswa tidak pas dengan kunci jawaban yang diberikan guru. Namun, menurut Abduhzen, guru atau pihak sekolah masih memiliki waktu untuk mengubah kode lembar jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban yang sudah diberikan.
Dia mencontohkan, Budi mengerjakan soal dengan kode A, tapi ternyata dia mendapatkan kunci jawaban untuk soal berkode B. Nah, kekeliruan itu bisa disiasati guru dengan cara mengubah kode Budi dari A menjadi B. "Cara tersebut tidak akan sulit dilakukan,'' tandasnya.
Lalu, mengapa guru atau pihak sekolah senekat itu memperjuangkan kelulusan siswa? Abduhzen mengatakan, pendidik apalagi sekolah memiliki kewajiban meluluskan siswa. Untuk itu, dibentuklah tim sukses di setiap sekolah.
Para guru dalam kasus itu merupakan pihak yang bisa disebut terjepit. ''Idealismenya untuk jujur mendapat tekanan kuat,'' ujar dia. Tekanan kepada guru diberikan kepala sekolah. Sedangkan kepala sekolah juga ditekan oleh kepala daerah.
Abduhzen mengatakan, rata-rata setiap kepala daerah meminta angka kelulusan 90 persen hingga 97 persen. Padahal, dari hasil penelitian PGRI, jika UN dilakukan secara sportif dan objektif, angka kelulusan siswa 40 persen hingga 50 persen. Angka itu bisa semakin anjlok untuk sekolah-sekolah terpencil.
Guru tidak bisa mengelak dari perintah kepala sekolah. Sebab, mereka takut mendapatkan rekomendasi untuk dimutasi ke sekolah lain. Kepala  sekolah juga demikian. Mereka takut dimutasi kepala dinas pendidikan setempat karena gagal meluluskan seluruh siswa didiknya.
Dengan kondisi tersebut, Abduhzen mengatakan bahwa PB PGRI tidak bisa mengeluarkan perintah supaya seluruh guru bertindak sportif. ''PGRI sadar guru saat ini dalam posisi dilematis,'' imbuhnya. Namun, dia menegaskan bahwa PB PGRI tidak lantas menganjurkan para guru bertindak curang dan nakal.
Di bagian lain, Mendiknas Mohammad Nuh juga menyoroti kemungkinan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan para guru dalam pelaksaan UN. Secara tegas, mantan Rektor ITS itu mengungkapkan bahwa pihaknya memiliki tiga hukuman untuk para guru yang mokong.
Pertama, sanksi sosial. ''Akan kami umumkan secara jelas kepada publik guru-guru yang terbukti bersalah. Tentu saja biar mereka malu,'' kata Nuh di Jakarta kemarin. Kedua, Kemendiknas juga tidak segan-segan memberikan sanksi administratif. Jika ada guru yang terbukti bersalah, jenjang karir dan kepangkatannya akan terhambat.
Sanksi ketiga adalah pidana. Menurut dia, Kemendiknas berjanji bertindak tegas akan melaporkan para guru nakal tersebut. ''Kami tidak akan ragu-ragu melapor ke polisi,'' ucapnya.
Meski begitu, Nuh menyatakan bahwa pengawasan terhadap guru nakal tidak mudah. Karena itu, dia terus mengimbau guru-guru agar bertindak dewasa dan tidak mudah tergiur berbuat menyimpang. Menurut dia, bagaimana juga, memberikan bantuan kepada murid dengan alasan mendongkrak nilai kelulusan sebenarnya sangat merugikan semua pihak, terutama murid.
Tahun ini UN tingkat SMA akan digelar mulai Senin depan 18 April. Total, UN diikuti 2.442.599 siswa dari 25.656 sekolah. Guru yang bakal terlibat dalam pengawasan UN sekitar 244.260 orang.
Sementara belum semua sekolah menyetorkan nilai ujian sekolah kepada Panitian Pusat UN 2011. Tercatat sekitar 28 kabupaten dan kota yang belum setor. Pengiriman data ditunggu hingga pukul 24.00 hari ini (15/4). (jpnn)

Sumber : Ikatan Guru Indonesia

Sumber Utama : Fajar Online

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook

1 Comment:

duniaedukasi.net said...

Ujian Nasional memang sangat di butuhkan untuk standar pendidikan di Indonesia, tetapi menjadikannya sebagai standar kelulusan adalah sesuatu yang sangat di paksakan dan terkesan arogan. bertahun UN telah di laksanakan tetapi Perguruan tinggi sama sekali tidak bisa menerima nilai UN sebagai syarat masuk PTN, ini membuktikan bahwa nilai UN tidak valid.
sebaikknya semua siswa di luluskan berapa pun nilai UN yang di dapatkan, sehingga para guru tidak ada beban , siswa yang pintar akan mendapat nilai yang pantas, dan siswa yang kurang mendapat nilai yang sepantasnya tanpa harus terbebani tidak lulus. toh nanti di PTN juga mereka akan terseleksi secara alami.

Posting Komentar

 

SDN KALISARI 05 Copyright © 2010 LKart Theme is Designed by Lasantha